Rabu, 05 Juni 2013

Senja di Tepi Danau

Sore ini berkelabut mendung. Cukup dingin untuk kota yang habis diguyur hujan. Secangkir kopi panas menghangatkan tubuhku dengan sentuhan kafeinnya  yang tak bisa kutolak. Nikkon edisi lama tergantung pada leherku dan membuatku tampak seperti turis. Ya, memang . Aku baru saja tinggal disini untuk membantu kakakku mengurusi kedai-nya selama liburan. Sudah beberapa kali aku mengunjungi kakakku dan hafal betul dengan berbagai tempat indah disini.
 Aku berjalan menikmati aroma tanah yang sedikit basah. Bau khasnya seperti bau yang sering kucium saat masih tinggal di desa bersama Oma dan Opaku. 
Kopi yang sudah habis kulemparkan ke tempat sampah di pinggir jalan. Aku melewatkan moment indah ini dengan memotret-motret pemandangan sekitar. Hingga kakiku menuntunku masuk menuju sebuah danau. Kuangkat nikkon-ku dan mengarahkannya pada sesosok laki-laki yang sedang duduk sendiri di pinggir danau itu.
Masih terus mengambil potret-an sunset yang berwarna orange keemasan, aku mendekati sosok itu dengan langkah perlahan. Semakin dekat hingga aku berada di balik pohon disamping sosok itu. Aku masih terus memotretnya hingga sosok itu mengetahui keberadaanku.
‘’Bolehkah aku punya privasi?’’ dia berkata keras tanpa menoleh ke arahku.
‘’Oh sorry, bukan mak..sud..ku’’jawabku terputus sembari keluar dari balik pohon dan mendekatinya.
“Apa yang kamu lakukan ?” tanyanya dengan tatapan tajam.
‘’Sorry, aku tidak bermaksud untuk..”jawabku sebelum dia menyela lagi.
“Oke, kamu sudah mengatakannya.’’ Dia memalingkan wajahnya ke arahku.
‘’Bolehkah aku duduk ?’’ tanyaku.
‘’....." dia hanya diam saja.
Cukup tahu untuk sebuah jawaban mempersilahkan duduk. Dia mengalihkan pandangan kosong ke arah danau. Kuangkat nikkon-ku dan mengambil beberapa gambar danau yang tenang. Suasana kini hening, hanya suara para burung yang terbang cepat kembali ke sarangnya sebelum malam tiba.
‘’So, berusaha melepaskan semua masalah seorang diri di tepi danau?’’ tanyaku memecah keheningan.
‘’Kamu tau apa yang aku pikirkan?’’ dia menatapku.
“Cukup bisa ditebak.’’ Jawabku tenang.
“Bukan urusanmu....” Jawabnya singkat.
Suasana kembali hening. Kini lebih hening . Aku berdiri..
“ Well, tak akan berhasil jika kamu hanya menatapnya saja. Come on.” Kataku padanya sambil mengulurkan tanganku. Matanya yang biru sejernih laut mengisyaratkan keraguan. Tapi pada akhirnya dia menjawab uluran tanganku dan berdiri. Aku mengambil beberapa batu kecil.
‘’Ikuti caraku.” Aku mendekati bibir danau dan berdiri tegak. Menutup mataku, menarik napas sedalam-dalamnya lalu mengeluarkanya sambil membuka mataku kembali. Kuambil sebuah batu dan mengangkatnya ke atas. Mencondongkan lenganku sedikit kebelakang dan dengan sekuat tenaga aku melemparkan batu itu jauh ke tengah danau. Dia menatapku bingung.
“Sekarang giliranmu. Ikuti caraku seperti tadi.’’ Kataku.
‘’Tutuplah matamu, ambil napas yang dalam seakan-akan itu adalah semua masalah yang membebanimu.” Dia menutup matanya dan menarik napas dalam.
‘’Sekarang keluarkanlah perlahan seakan-akan semua masalah yang kau hirup tadi ikut keluar dan bebas bersama napasmu. Lalu bukalah matamu,’’dia menuruti perkataanku.
‘’Lemparlah.” aku memberikan sebuah batu kecil. Dia mengambilnya dan melempar dengan cukup jauh melampaui tempat jatuhnya batu yang aku lemparkan tadi.
‘’Sudah lebih baik?’’ tanyaku tersenyum.
Dia hanya menatapku dan tersenyum kecil.
‘’Kamu tau bagaimana cara membuat orang lain lebih baik.” Masih dengan senyum kecilnya yang kemudian melebar menjadi tawa, dia mengambil sebuah batu dan mempraktekannya lagi.
Hari sudah semakin gelap. Tiada  burung lagi yang masih terbang kembali ke sarangnya. Semua burung telah menempatkan diri di sarang mereka masing-masing. 
“Waktunya pulang...” kataku kepadanya.
‘’Terimakasih” jawabnya.
“Senang bisa membantu” kataku tersenyum. Dia membalas dengan senyuman kecil.
Beberapa langkah menjauhi danau dia menghadap ke arah kepergianku dan berteriak ,
‘’Hei...Siapa namamu?’’ dia berteriak penasaran.
Aku hanya menoleh kebelakang dan tersenyum.
Aku berbalik lagi dan terus berjalan keluar danau di keheningan senja yang semakin gelap. Dia masih tetap melihatku hingga aku menghilang ke arah kerumunan jalan besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar